SEJARAH DAKWAH
KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB
Makalah
Disusun Guna Memenuhi
Tugas Mata Kuliah : Sejarah
Dakwah
Dosen Pengampu : Agus Riyadi., S.Sos.I., M.Si
Disusun Oleh :
1.
Ade
Sucipto (131111085)
2.
Nurul
Atikah (131111084)
3.
Nikmatur
Rasidah (131111086)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2014
SEJARAH DAKWAH KHALIFAH ALI BIN ABI
THALIB
I.
PENDAHULUAN
Dalam
peranya sebagai nabi terakhir dan sang revolution akbar Nabi Muhammad SAW,
beliau hanya memiliki ahli waris seseorang putri yang bernama fathimah istri
Ali Bin Abi Thalib maka dari itu beliau harus segera menentkan siapa pengganti
beliau saat beliau wafat nanti. Kemudian disaat beliau wafat masalah
kepemimpinan pada saat itu adalah masalah yang palin pertama dan utama bagi
kaum muslimin atau umat islam di seluruh penjuru dunia. Setelah Nabi wafat pun
tak bisa dihindari bahwasanya terjadi banyak pepecahan antara kaum muhajirin
dan kaum anshar sehubungan dengan banyaknya pepecahan pada akhirnya kedua belah
pihak kelompok tersebut bersepakat.
Ciri
khas Khulafaur Rasyidin adalah teladan kehidupan Nabi yang masih berpengaruh
pada sikap dan perilaku muslim. Dalam menghadapi kesulitan Negara, khalifah tidak
pernah bertindak sendiri selalu mengutamakan musyawarah (demokratis). Mereka di
pilih secara musyawarah. Mereka tinggal dimadinah, dan juga menjadi pusat
pemerintahan mereka kecuali Ali Bin Abi Thalib
yang memilih kuffah di Iraq sebagai ibukota pemerintahan. Maka dari itu
kami akan sedikit menjelaskan dakwahnya Ali Bin Abi Thalib.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Bagaimana
Biografi Ali bin abi Thalib?
B. Bagaimana
Pembaiatan Ali Bin Abi Thalib?
C. Bagaimana
Strategi Dakwah Ali?
D. Bagaimana
Perkembangan Dakwah Ali Bin Abi Thalib?
E. Bagaimana
Wafatnya Ali Bin Abi Thalib?
III.
PEMBASAN
MASALAH
A. Biografi
Ali bin Abi Thalib
Khalifah
ke empat adalah Ali bin Abi Thalib putra dari Abi Thaib bin Abdul Muthalib. Ali
adalah keponakan dan menantu nabi Muhammad SAW. Ia telah masuk islam pada usia
sangat yaitu Ali berumur 10 Tahun. Ia Adalah Pahlawan yang sangat gagah berani,
penasihat yang bijaksana, penasehat hukum dan pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sahabat sejati.[1]
Ø Karakteristik Fisik Ali Bin Abu Thalib
Ali Bin Abi Thalib memiliki
kulit bersawo matang, bola mata beliau besar dan berwarna kemerah-merahan,
berperut besar dan berkepala botak. Berperawakan pendek dan berjenggot lebat.
Dad dan kedua pundak beliau padat dan putih, beliau memiliki bulu dada dan bahu
lebat, berwajah tampan dan memiliki gigi yang bagus, ringan langkah jika
berjalan.[2]
Ø Kepribadian Ali Bin Abu Thalib
Bani Hasyim sangat menjunjung tinggi etika ksatria, termasuk Ali.
Fitrah tersebut kemudian berfungsi untuk menjaga kehormatan diri yang mencegahnya untuk membuat
hal-hal yang memalukan. Dalam melawan
musuhnya, Ali
tidak membunuhnya secara langsung, walaupun ada
kesempatan di tangannya. Karena beliau
ingin mengalahkan musuhnya secara terhormat. Ia juga tetap membiarkan musuh-musuhnya menikmati air yang jelas-jelas air tersebut
telah menjadi daerah kekuasaannya. Selain itu, Ali memperkokoh sifat kesatriannya dengan mempelajari agama.
Ø Keislaman Ali Bin Abu Thalib
Ali dilahirkan di Ka’bah. Allah Swt, memuliakannya
dan menjauhkannya dari penyembahan berhala. Beliau dilahirkan benar-benar
sebagai seorang muslim. Beliau dididik di dalam rumah islamiyah dengan
mengikuti ibadah shalat Nabi Saw.
Hubungannya dengan Nabi Saw, selain sebagai ikatan kekeluargaan yang sangat dekat tetapi juga ikatan keislaman yang berideologi Tauhid. Berbagai pendapat mengemuka mengenai umur saat Ali
masuk Islam. Namun pendapat paling banyak adalah ketika beliau berumur
10 tahun. Faktor penyebab Ali memilih Islam adalah bukan karena ikatan
kekeluargaan terhadap Nabi Saw. melainkan
faktor kebaikan budi dan kasih sayang Nabi Saw terhadapnya.
B.
Pembaitan Ali Bin Abi Thalib
Setelah peristiwa pembunuhan Ustman
bin Affan, kota Madinah di landa keregangan dan kericuhan. Walikota Madinah,
al-Ghafiqi ibn Harb, mencari-cari orang yang pantas untuk di baiat sebagai
khalifah. Penduduk mesir meminta Ali untuk memangku kekhalifahan namun Ali
enggan dan menghindar. Para penduduk khuffah mencari Zubair ibn al-Awwam, namun
merekat tak menemukanya. Para penduduk Bashrah meminta Thalhah untuk menjadi
khalifah namun ia tidak memenuhi permintaan mereka.
Akhirnya mereka menetapkan bahwa
yang paling bertangung jawab adalah penduduk Madinah. Kami akan memberi kalian
waktu dua hari, jika selama waktu tersebut kalian tidak menghasilkan keputusan,
demi Allah, kami akan membunuh Ali, Zubair dan Thalhah, dan banyak orang
lainya.
Maka orang-orang madinah mendatangi
Ali dan berkata “Kami membaiatmu, karena kau telah menyaksikan rahmat yang di
turunkan oleh Allah bersama islam dan karena saat ini kita menghadapi ujian
yang sangat berat berupa konflik antara berbagai kota”
Ali menjawab, “Tinggalkanlah aku,
carilah orang lain yang lebih baik dari
aku, karena aku akan menghadapi perkara yang sangat rumit. Namun mereka tetap
bersikukuh membaiat Ali bin Abi Thalib. Tindakan mereka di dukung oleh kaum
Muhajirin dan Anshar, serta kelompok-kelompok yang lainya. Akhirya Ali di baiat
secara beramai-ramai pada hari jum’at 24 Juni 656 M/5 Zulhijjah 35 H di Masjid
Nabawi Madinah, Untuk menjadi pengganti Ustman bin Affan sebagai khalifah ke-4.[3]
C. Strategi
Dakwah Ali Bin Abi Thalib
a. Politik
Ali Bin Abi Thalib dalam memerintah.
Situasi
ummat Islam pada masa pemerintahan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib sudah sangat
jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Umat Islam pada masa pemerintahan Abu
Bakar dan Umar Ibnu Khattab masih bersatu, mereka memiliki banyak tugas yang
harus diselesaikannya, seperti tugas melakukan perluasan wilayah Islam dan
sebagainya. Selain itu, kehidupan masyarakat Islam masih sangat sederhana
karena belum banyak terpengaruh oleh kemewahan duniawi, kekayaan dan kedudukan.
Namun pada
masa pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan keadaan mulai berubah. Perjuangan
pun sudah mulai terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Oleh karena itu,
beban yang harus dipikul oleh penguasa berikutnya semakin berat. Usaha-usaha
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib dalam mengatasi persoalan tersebut tetap
dilakukannya, meskipun ia mendapat tantangan yang sangat luar biasa. Semua itu
bertujuan agar masyarakat merasa aman, tentram dan sejahtera. Usaha-usaha yang
dilakukannya diantaranya :
1.
Memecat Kepala-kepala Daerah Angkatan Usman.
Menurut
pengamatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, para gubernur inilah yang menyebabkan
timbulnya berbagai gerakan pemberontakan terhadap pemerintahan Khalifah Usman
Ibnu Affan. Berdasarkan pengamatan inilah kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
mencopot mereka. Adapun para gubernur yang diangkat Khalifah Ali Ibnu Abi
Thalib sebagai pengganti gubernur lama yaitu; Sahl Ibnu Hanif sebagai gubernur
Syria, Sahl Ibnu Hanif sebagai gubernur Syriah, Usman Ibnu Affan sebagai
gubernur Basrah, Umrah Ibnu Syihab sebagai gubernur kuffah, Qais Ibnu Sa'ad
sebagai gubernur Mesir, Ubaidah Ibnu Abbas sebagai gubernur Yaman.
2.
Menarik Kembali Tanah Milik Negara
Pada masa
pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan banyak para kerabatnya yang diberikan
fasilitas dalam berbagai bidang, sehingga banyak diantara mereka yang kemudian
merongrong pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan dan harta kekayaan negara.
Oleh karena itu, setelah Ali Bin Abi Thalib sah menjadi khalifah, Ali mengambil
tanah-tanah yang di bagi-bagikan Usman kepada famili-famili dan kaum kerabatnya
tanpa jalan yang sah. Demikian juga hibah atau pemberian ustman kepada siapapun
yang tiada beralasan, di ambil Ali kembali.[4]
3.
Membenahi Keuangan Negara (Baitul Mal)
Setelah
Mengganti pejabat Negara yang kurang Cakap, kemudian Ali Bin Abi Thalib menyita
harta para pejabat tersebut yang diperoleh secara tidak benar. Harta tersebut
kemudian di simpan di Baitul Mal dan di gunakan untuk kesejahteraan rakyat.
b.
Tuntutan Terhadap Khalifah Ali
Setelah
selesai pembaiatan Ali, Thalhah, az-Zubair dan beberapa pemuka Sahabat. Guna
menuntut, pertama, Ali harus
memulihkan ketertiban di dalam Negeri. kedua,
penegakan hukum dan menegakan qishash atas kematian Ustman.
Khalifah Ali
sebenarnya ingin menghindari pertikaian ini dengan mengajukan kompromi terhadap
Thalhah dan Kawan-kawan. Tetapi upaya itu sulit dicapai. Dengan demikian,
kontak senjata tidak dapat di hindarkan. Thalhah dan Zubair terbunuh ketika
hendak melarikan diri, sedangkan Aisya istri Rasul di kembalikan ke Madinah
dengan hormat. Perang ini di sebut Perang Jamal yang terjadi pada 36 H. Di
namakan perang jamal karena Aisyah menaiki unta dalam perang tersebut.
Setelah
selesai perang jamal, pusat kekuasaan islam dipindah ke kota kuffah, sejak saat
itu berakhirlah Madinah sebagai ibu kota kedaulatan islam dan tidak ada lagi
seorang khalifah yang berdiam di sana. Saat itu Ali adalah pemimpin dari seluruh
wilayah islam kecuali syiria. [5]
Dengan
dikuasainya Syiria oleh muawiyah, yang secara terbuka menentang Ali dan menolah
meletakan jabatan Gubernur, memaksa khalifah bertindak. Pertempuran secara
muslim terjadi lagi, yaitu antara pasukan Ali dan pasukan Muawiyah di kota
Shiffin dekat sungai Eufrat pada tahun 37 H. Khalifah Ali mengerahkan pasukan
50.000 untuk menghadapi psukan muawiyah. Sebenarnya pihak Muawiyah telah terdesak dan 7000 pasukan
terbunuh. Pihak muawiyah lalu mengangkat al-Qur’an sebagai tanda Tahkim
(Arbitase).
Dalam Tahkim, Khalifah di wakili oleh Abu Musa
Al-Asy’ari, sdangkan muawiyah di wakili oleh Amr bin Al-Ash yang terkenal
cerdik. Dalam Tahkim tersebut Khalifah
dan Muawiyah harus meletakan jabatan, pemilihan baru harus di lakasanakan. Abu
Musa pertama kali menurunkan Ali sebagai khalifah. Akan tetapi Amr bin Al-Ash
berlaku sebaliknya, ia tidak menurunkan muawiyah, tetapi justru mengangkat Muawiyah
sebagai Khalifah, karena Ali bin Abi Thalib sudah di turunkan oleh Abu Musa.
Hal ini menyebabkan lahirnya Golongan Khawarij (keluar dari barisan Ali).[6]
Kelompok
khawarij yang bermarkas di Nahawand benar-benar merepotkan khalifah. Hal ini
memberikan kesempatan kepada Muawiyah untuk memperluas kekuasaan dengan merebut
Mesir. Akibtanya sungguh sangat fatal bagi Ali bin Abi Thalib, tentaranya
semakin lemah, sementara pihak muawiyah semakin kuat. Keberhasilan Muawiyah
mengambil provinsi mesir, berarti merampas sumber kemakmuran pihak Ali. Karena
kekuatan telah banyak menurun, terpaksa khalifah Ali menyetujui damai dengan
muawiyah, yang secara politisi berarti khalifah mengakui keabsahan kepemilikan
muawiyah atas Siria dan Mesir.
D.
Prestasi Khalifah Ali Bin Abi Thalib
1.
Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa
Pada masa
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah sampai Sungai
Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah
kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan Arab,
banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadits sebagai
sumber hukum Islam.
Khalifah Ali
Ibnu Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi
orang-orang yang akan mempelajari ajaran islam dari sumber aslinya yang
berbahasa Arab. Kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib memerintahkan Abu
Al-Aswad Al-Duali untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu ( Qawaid Nahwiyah ).
Dengan
adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa
Al-Qur'an, maka orang-orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab akan
mendaptkan kemudahan dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam.
2.
Perkembangan di Bidang Pembangunan
Pada masa
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, terdapat usaha positif yang dilaksanakannya,
terutama dalam masalah tata kota. Salah satu kota yang dibangun adalah kota
Kuffah.
Semula
pembangunan kota Kuffah ini bertujuan politis untuk dijadikan sebagai basis
pertahanan kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib dari berbagai rongrongan para
pembangkang, misalnya Muawiyah Ibnu Abi Sufyan. Akan tetapi, lama kelamaan kota
tersebut berkembang menjadi sebuah kota yang sangat ramai dikunjungi bahkan
kemudian menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan, seperti
perkembangan Ilmu Nahwu, Tafsir, Hadits dan sebagainya.
Pembangunan
kota Kuffah ini dimaksudkan sebagai salah satu cara Khalifah Ali Ibnu Abi
Thalib mengontrol kekuatan Muawiyah yang sejak semula tidak mau tunduk terhadap
perintahnya. Karena letaknya yang tidak begitu jauh dengan pusat pergerakan
Muawiyah Ibnu Abi Sufyan, maka boleh dibilang kota ini sangat strategis bagi
pertahanan Khalifah
E.
Wafatnya Ali Bin Abi Thalib
Khalifah Ali
bin Abi Thalib menyadari bahwa saat-saat yang di wartakan oleh Rasulullah SAW,
telah semakin dekat. Terbayang kembali di pelupuk matanya wajah sang kekasih
fatimah sang bunga, juga ayah mertuanya yang mulia Muhammad SAW. Ali sangat
menyakini bahwa ia akan terbunuh karena Nabi SAW, telah mengabarkan hal itu
kepadanya. Benarlah sabda Rasul yang jauh hari telah mengabarkan kematian Ali,
“ketika kaum khawarij di serang dan di binasakan di Nahrawan, mereka bersepakat
membunuh Ali, Muawiyah, dan amr ibn al-Ash”.
Beberapa
sejarah menyebutkan bahwa tiga orang khawarij yaitu Abdurrahman ibn Amr, al-Burk
ibn Abdullah al-Tamimi dan Amr Bakr al-Tamimi.
Mereka dendam kepada yang membunuh sauda-saudara mereka.
Salah
seorang dari mereka berkata, “apakah yang akan kita lakukan untuk membalas
kematian mereka?”, alangkah baiknya kita untuk mendatangi dan para penguasa
itu.
Akhirnya muncul kesepakatan,
Abdurrahman ibn Amr membunuh Ali, al-Burk membunuh Muawiyah, Amr ibn Bakr
membunuh Amr ibn al-Ash. Mereka berjanji tidak seorang pun yang boleh pulang ke
rumah hingga sasaranya terbunuh. Mereka sepakat melaksanakan rencana tersebut
pada tanggal 17 Ramadhan.
Tanggal 17
Ramadhan pun telah tiba. Tak terlintas sedikitpun di pikran Ali, bahwa hari
yang di nantinya telah tiba. Seperti
biasanya Ali bangung pagi untuk membangunkan orang shalat subuh. Namun, Ali
belum jalan jauh dari Rumahnya, ibn muljam menebaskan pedangnya hingga ia jatuh
dan ke tengkuk Ali. Sehingga darah mengalir membasahi jenggotnya. Akhirnya
tanggal 21 Ramadhan 40 H, Malaikat Maut menjemput Khalifah Ali Bin Abi Thalib.
Ia menjadi khalifah 4 Tahun 9 bulan dan 6 Hari. [7]
IV.
KESIMPULAN
Khalifah
ke empat adalah Ali bin Abi Thalib putra dari Abi Thaib bin Abdul Muthalib. Ali
adalah keponakan dan menantu nabi Muhammad SAW. Ia Adalah Pahlawan yang sangat
gagah berani, penasihat yang bijaksana, penasehat hukum dan pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sahabat sejati.
Ali
di baiat secara beramai-ramai pada hari jum’at 24 Juni 656 M/5 Zulhijjah 35 H
di Masjid Nabawi Madinah, Untuk menjadi pengganti Ustman bin Affan sebagai
khalifah ke-4.
Usaha-usaha
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mendapat persoalan yang sangat rumit, meskipun ia
mendapat tantangan yang sangat luar biasa. Ali tetap mempunyai tujuan agar
masyarakat merasa aman, tentram dan sejahtera. Usaha-usaha yang dilakukannya
diantaranya :
1. Memecat
Kepala-kepala Daerah Angkatan Usman.
2.
Menarik Kembali Tanah Milik Negara
3.
Membenahi Keuangan Negara (Baitul Mal)
Setelah selesai pembaiatan Ali, Thalhah, az-Zubair dan beberapa pemuka
Sahabat. Guna menuntut, pertama, Ali
harus memulihkan ketertiban di dalam Negeri. kedua, penegakan hukum dan menegakan qishash atas kematian Ustman. Tetapi
Ali tidak menghiraukan tuntutan mereka, maka terjadilah perang Jamal. Di
namakan perang jamal karena Aisyah menaiki unta dalam perang tersebut.
Dengan dikuasainya Syiria oleh muawiyah, yang secara
terbuka menentang Ali dan menolah meletakan jabatan Gubernur, memaksa khalifah
bertindak. Pertempuran secara muslim terjadi lagi, yaitu antara pasukan Ali dan
pasukan Muawiyah di kota Shiffin, perang ini di kenal dengan Perang Siffin.Disamping
Ali mengurusi masalah yang begitu rumit. Ali Pun bisa menorehkan prestasi, di
antaranya: Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa, dan perkembangan dalam
pembangunan.
Tanggal 17 Ramadhan Ali di hadang dan di tebas dengan
pedang, Sehingga darah mengalir membasahi jenggotnya. Akhirnya tanggal 21
Ramadhan 40 H, Malaikat Maut menjemput Khalifah Ali Bin Abi Thalib. Ia menjadi
khalifah 4 Tahun 9 bulan dan 6 Hari.
V.
PENUTUP
Demikian makalah yang bisa kami sampaikan. Sekiranya isi dalam
makalah ini dapat memberika pemahaman dalam khazanah intelektual kita.Mohon
ma’af apabila ada kesalahan penyampaian dalam makalah ini dan semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin
DAFTAR
PUSTAKA
Mahmudunanasir, Syed, Islam, Konsepsi dan sejarahnya
Mufrodi, Ali, Islam di kawasan Kebudayaan Arab
Munir, Samsul, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Amzah, 201u.
Murad, Musthafa, Kisah Hidup Ali ibn Abu Thalib, Jakarta,
Zaman, 2012.
Katsir, Ibnu, Al-Bidayah
Wan Nihayah, Jakarta, Darul Haq, 2005.
Syalabi, Sejaran dan Kebudayaan Islam, Jaka`rta, Pustaka Alhusna, 1983.
[1]
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta, Amzah, 201u, Hal 109
[2]
Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wan Nihayah,
Jakarta, Darul Haq, 2005, Hal 416
[3]
Musthafa Murad, Kisah Hidup Ali ibn Abu
Thalib, Jakarta, Zaman, 2012, Hal 83-86
[4]
Syalabi, Sejaran dan Kebudayaan Islam,
Jaka`rta, Pustaka Alhusna, 1983, Hal 284
[5]
Syed Mahmudunanasir, Islam, Konsepsi dan
sejarahnya.
[6]
Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan
Arab.
[7]Ibid,
Musthafa Murad, Hal 238-249
No comments:
Post a Comment