PERKEMBANGAN
ISLAM DI ASIA TENGGARA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Bpk Mudfi,M.Pd
Oleh:
Sukmawati
maghfurina H (131311013)
Ristian
janur P (131311014)
Ima
nurhalimah (131311015)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Islam merupakan suatu kekuatan sosial
politik yang patut diperhitungkan di Asia Tenggara,karena Mencetak sebuah peradaban islam bukanlah suatu hal yang
muda sebagai
wilayah yang paling banyak pemeluk agama lslamnya.Termasuk wilayah ini adalah
pulau- karena hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara penduduknya, baik
mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Misalnya, Islam menjadi agama
resmi Negara federasi Malaysia, Kerajaan Brunei Darussalam, negara Indonesia
(penduduknya mayoritas atau sekitar 90% beragama Islam), Burma (sebagian kecil
penduduknya beragama Islam),Republik Filipina, Kampuchea.Perdagangan adalah
salah satu penyebab menjamurnya Islam di Asia tenggara.Asia Tenggara dianggap
pulau yang terletak di sebelah timur lndia sampai lautan cina dan mencakup
Indonesia ,Malaysia dan Filipina. Khusunya dimasa awal sejarah Islam di Asia
Tenggara luarbiasa galau dan rumit.Kegalauan dan kerumitan itu bukan hanya
disebabkan kompleksitas disekitar sosok Islam itu sendiri tetapi juga karena
pengkajian pengkajian sejarah Islam dengan berbagai aspek di kawasan Asia
Tenggara,baik dari kalangan sejarawan asing maupun pribumi .Hingga kini belum
mampu merumuskan suatu paradigm historis yang dapat dijadikan pegangan bersama.[1]Sedangkan
secara intelektual ,Muslim di Asia Tenggara selalu bersikap terbuka dan
reseptif terhadap proses Islamisasi yang berlangsung terus menerus dan
merupakan ciri masyarakaat itu selama
berabad abad.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah
perkembangan Islam di Asia Tenggara ?
2.
Bagaimana Proses
Islamisasi Islam di Asia Tenggara?
3.
Bagaimana Setting Sejarah Sosial Penyebaran Islam di
Asia Tenggara ?
4.
Bagaimana Kondisi Pengetahuan Agama Pada Masa-masa
Penyebaran Islam di Asia Tenggara ?
II.
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
perkembangan Islam di Asia Tenggara
Kawasan
laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka, telah memiliki kedudukan yang
sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional. Mulai
abad VII dan VIII ( abad I dan II Hijriyah ), para muslim dari Persia dan Arab
sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri
China.Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqash, adalah seorang mubaligh dan sahabat
Nabi Muhammad SAW. Ia adalah pembawa agama Islam sekaligus pendiri masjid di Canton.[2]
Apabila
gambaran tentang kedatangan Islam di Asia Tenggara sejak abad VII sampai abad
XI banyak berdasarkan berita-berita Cina, bukti-bukti arkeologis mengenai hal
yang sama dikuatkan oleh penemuan beberapa nisan yang diperkirakan berasal dari
abad XI. Sebagaimana, nisan itu bertuliskan huruf Arab dan nisan yang lain
tulisannnya mirip tulisan Jawi ( Arab-Melayu ). Dari bukti arkeologis itu
terlihat bahwa Islam telah datang di daerah Campa dan membentuk komunitas
muslim sekitar abad XI.
Kedatangan
Islam sejak abad VII sampai abad XII di beberapa daerah Asia Tenggara dapat
dikatakan baru pada tahab pembentukan komunitas muslim yang mayoritas terdiri
dari para pedagang. Abad XIII sampai abad XVI, terutama munculnya kerajaan
bercorak Islam, merupakan kelanjutan dari penyebaran Islam. Pada gelombang
pertama, penyebaran Islam menghadapi masyarakat kerajaan yang bercorak
Hindu-Budha, yang masyarakatnya masih memiliki struktur pemerintahan semacam
desa atau kesatuan desa dengan kepercayaan dinamisme dan animisme. Pada
gelombang kedua, yang dimulai sejak abad XIII, penyebaran Islam lebih mantab
dan luas. Hal ini bisa dilihat pada berdirinya kerajaan Islam pertama di Asia
Tenggara pada abad XIII di pesisir Aceh Utara, tepatnya di Lhokseumawe.[3]
Sejak
kerajaan Samudera Pasai tubuh dan berkembang, yaitu sejak abad XIII sampai
akhir abad XVI, pelayaran dan perdagagan antara muslim dari Arab, Persia, Irak,
India Selatan, dan Sri langka semakin ramai. Mereka bukan hanya mendatangi
ibukota Kerajaan Samuderai Pasai, tetapi juga meneruskan pelayaran dan
perdagangan di kawasan Asia Tenggara.Penetrasi
Islam secara kasar dapat dibagi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama dimulai dengan kedatangan Islam yang kemudian diikuti
dengan kemerosotan, akhirnya keruntuhan Kerajaan Majapahit dalam kurun abad
ke-14 dan ke-15. Sejak datangnya kekuasaan kolonialisasi Belanda Indonesia,
Inggris, di Semenanjung Malaya, dan Spanyol di Filipina, sampai awal abad ke –
19. Sedangkan tahap ketiga bermula
awal abad ke 20 terjadi liberalisasi kebikjasanaan pemerintah kolonial,
terutama Belanda di Indonesia. Dalam tahapan – tahapan ini kita akan melihat
proses Islamisasi Asia Tenggara sampai mencapai tingkat seperti sekarang.[4]
B Proses Islamisasi Islam di Asia Tenggara
Islam
masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para
sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan
melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan
damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima
masyarakat Asia Tenggara.Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di
Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh
interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab,
India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5
sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang
yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat
sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim
yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
Penetrasi Islam di Asia Tenggara dibagi ke dalam
tiga tahap, yaitu:
1. Tahap pertama dimulai dengan kedatangan Islam
yang kemudian diikuti dengan kemerosotan
dan akhirnya keruntuhan Kerajaan Majapahit pada sekitar abad 14-15
2. Tahap ke dua adalah sejak datangnya dan kemudian
mapannya kekuasaan kolonialisme Barat sampai awal abad ke 19
3. Tahap ketiga adalah pada permulaan abad 20
terjadi “liberalisasi” sebagai kebijakan pemerintah kolonial
Islam pada umumnya disebarkan
secara damai (penetration pacifique). Melalui perantara pedagang-pedagang
Muslim dari Dunia Timur. Islamisasi mengalami kendala karena
masyarakat-masyarakat yang telah lama dipengaruhi oleh askestisme Hindu-Budha
dan sinkretisme penduduk lokal. Selain itu, juga bersaing dengan kehadiran para
misionaris Kristen di Barat.Pada perkembangannya Islam mampu menjadi agama
mayoritas di Asia Tenggara. Banyak faktor yang menerangkan tentang hal
tersebut, antara lain :
Pertama,
pedagang Muslim asing yang datang ke Asia Tenggara memperkenalkan Islam guna
mendapatkan keunggulan ekonomi dan politik di kalangan masyarakat pribumi. Para
pedagang Muslim memperkenalkan ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai
perdagangan dan mengambil keuntungan ekonomi secara maksimal sehingga mampu
membatasi adanya pilihan terhadap agama-agama lain.
Bangsa Barat datang dengan membawa agama Kristen.
Namun Kristen tidak begitu berkembang di Nusantara tapi justru Islam-lah yang
berkembang pesat karena penyebaran Islam tidak dihalangi oleh pemerintah
colonial dan mereka juga tidak memaksakan agama Kristen kepada penduduk
setempat. Kehadiran kolonis merangsang terjadinya proses Islamisasi dan
intensifikasi lebih lanjut di kawasan ini. Identifikasi kolonis sebagai
penjajah kafir, menjadikan Islam sebagai wadah integrative masyarakat pribumi
yang saat itu terbelah oleh berbagai faktor sosial dan cultural dalam
menghadapi penjajah Barat. Kepercayaan nenek moyang atau system tradisional
lainnya tidak mampu tampil sebagai alternative identifikasi dan mekanisme
pertahanan diri di tengah meningkatnya bahaya dan sewenag-wenangan kolonisme
Barat, kecuali Jawa yang pernah jadi pusat kekuasaan politik Hindu-Budha yang
sudah diinternalisasikan dengan kebudayaan Jawa, maka tidak ada wilayah lain di
Asia Tenggara yang mendalam dipenetrasi oleh Hindu-Budha. Ketentuan-ketentuan
universal-transendetal Hindu tidak pernah berlaku, di Jawa sekalipun. Sistem
adat atau tradisi pribumi yang sangat bersifat lokal, partikularistik dan
divisive, sehingga tidak bisa tiharapkan tampil menjadi faktor integrative.
Kedua,
adanya kesamaan bentuk Islam yang pertama kali datang ke Indonesia dengan sifat
mistik dan sinkretisme kebudayaan nenek moyang setempat. Islam tasawwuf diterima
oleh penduduk pribumi sehingga Islam mampu hidup berdampingan secara damai
dengan kepercayaan nenek moyang Jawa. Muncul kaum santri, abangan dan priyayi.
Ketiga,
teori lain menurut ahli-ahli Kristen. Sifat Islam yang sederhana mengandung
unsure-unsur perkauman (tribalisme) yang menyebabkan Islam mudah dan cepat
berkembang di kalangan masyarakat yang memiliki system kepercayaan dan tradisi
yang tidak canggih. Kesederhanaan Islam cukup dengan membaca dua kalimat
shahadah. Tapi Islam bukan sekedar shahadah tetapi banyak mengandung banyak
ajaran lain yang menyangkut segala aspek kehidupan. Seperti yang diungkapkan
oleh Snouck Hourgonje bahwa Islam tidak sesederhana itu karena perkembangan
Islam di Timur Tengah sendiri diwarnai dengan Liberalisme.
Proses Islamisasi dan intensifikasi
ke-Islaman banyak dipengaruhi oleh situasi dan faktor-faktor local yang
menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan dalam tingkat penetrasi Islam di
kawasan Asia Tenggara yang berakibat perbedaan pandangan, penghaytan, dan pengamalan
Islam oleh penganutnya. Islamisasi dan intensifikasi merupakan proses konversi
kepada Islam dan peningkatan kesadaran serta upaya untuk memahami dan
mengamalkan Islam sesuai dengan doktrin-doktrin yang sebenarnya, yang bersih
dari bid’ah dan percampuran dengan unsure-unsur non Islam lainnya. Proses ini
disebut sebagai kembali kepada Al-Quran dan Hadits.[5]
Pembentukan kebudayaan dan tatanan
politik Islam di dunia dapat berkembang karena adanya tasawwuf. Proses
internasionalisasi Islam tasawwuf tidaklah berjalan sendiri, karena diperlukan
adanya keterikatan tasawwuf kepada shari’ah secara sufistik. Adapun menurut Uka Tjandra Sasmita cara atau
proses masuknya Islam di Asia Tenggara terbagi menjadi 6 diantaranya:
1. Saluran perdagangan
Pada
taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan
lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang
Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari
negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi
melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan
turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan
saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari
luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu
menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa
yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa
banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang
sedang goyah, tetapi karena factor hubungan ekonomi drengan para pedagang Muslim. Perkembangan selanjutnya mereka
kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.[6]
2. Saluran perkawinan
Dari
sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik
daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri
bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin
mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan,
lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah
dan kerajaan Muslim.
Dalam perkembangan berikutnya,
ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan; tentu saja
setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih
menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak
raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian
turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden
Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri
Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah
(Raja pertama Demak) dan lain-lain.[7]
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar
tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana jaran yang
sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan
mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang
mengawini puteri-puteri bangsawab setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang
diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka
yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti
dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung
persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di
Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih
dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.[8]
4. Saluran prendidikan
Islamisasi
juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang
diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau
pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah
keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak
ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh
Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran
pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
5. Saluran kesenian
Saluran
Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang.
Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan
wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para
penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita
wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita
itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga
dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni
bangunan dan seni ukir.
6. Saluran politik
Di
Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya
memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu
tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa
maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan
Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara
politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam[9].Untuk
lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini,
ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang
sebenarnya:[10]
a. Menekankan peran kaum pedagang
yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan
wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan
menikah dengan beberapa keluarga penguasa local yang telah menyumbangkan peran
diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para
penguasa pesisir. Kelompok pertama yang memeluk agama lslam adalah dari
penguasa lokal yang berusaha menarik simpati lalu-lintas Muslim dan menjadi
persekutuan dalam bersaing menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari Jawa.
Beberapa tokoh di wilayah pesisir tersebut menjadikan konversi ke agama lslam
untuk melegitimasi perlawanan mereka terhadap otoritas Majapahit dan untuk
melepaskan diri dari pemerintahan beberapa lmperium wilayah tengah Jawa.
b. Menekankan peran kaum misionari
dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru
tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan
istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di
wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi agama mereka dalam bentuknya,
yang sesuai dengan keyakinan yang telah berkembang di wilayah Asia Tenggara.
Dengan demikian dimungkinkan bahwa masuknya Islam ke Asia Tenggara agaknya
tidak lepas dengan kultur daerah setempat.
c. Lebih menekankan makna lslam bagi
masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah. Islam telah
menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan lndividual, bagi
solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok
parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih besar (Lapidus,
1999:720-721). Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya berlaku,
sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya.
Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran lslam di Asia
Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh para murid,
dan penyebaran berbagai sekolah agaknya merupakan faktor penyebaran lslam yang
sangat penting.
C Setting
Sejarah Sosial Penyebaran Islam di Asia Tenggara
Kondisi
sosial yang unik karena di dalamnya terkandung kultur yang beraneka warna adat
budayanya. Bahkan, pada saat ini pun, kepercayaan nenek moyang atau sistem
tradisional lainnya, seperti adat, masih kuat bertahan. Apa yang diambil
masyarakat setempat dari sistem kepercayaan ini terutama unsur-unsur mistik dan
metafisik. Demikian pula sistem adat dan tradisi pribumi sangat bersifat lokal,
partikularistik dan divisif. Semua kenyataan ini membuat Islam yang bersifat
universal itu lebih cepat diterima sebagai faktor integratif, identifikasi, dan
mekanisme pertahanan diri dalam menghadapi penjajah. Penyebaran Islam di
kawasan Asia Tenggara merangkum 11 negara (states) yaitu Indonesia, Malaysia,
Muangthai, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Burma (Myanmar), Vietnam,
Laos, Kamboja, dan Timor Leste. Dalam negara-negara tersebut terdapat lebih
dari 378 etnis dan suku bangsa, 5 agama besar di dunia, beberapa bahasa ibu dan
bahasa pengantar [11]
Di
dalam struktur kota semacam ini ( kota pelabuhan yang merupakan pusat Islam
yang dinamis), dimana ulama’ borjuis bermukim, terdapat ketergantungan timbal
balik antara kegiatan perdagangan (merkantil) dengan pembangunan dan
pemeliharaan lembaga-lembaga pendidikan Islam. Lembaga ini sangat penting bagi
bertahannya karakter kota Islam dan juga bagi penyebaran Islam ke pedalaman dan
pedesaan.
D Kondisi
Pengetahuan Agama Pada Masa-masa Penyebaran Islam di Asia Tenggara
Berdasarkan
dari teori bahwa Islam pada dasarnya adalah urban ( perkotaan ) dan bahwa
peradapan Islam pada hakikatnya adalah urban, Johns menyatakan bahwa Islamisasi
Nusantara bermula dari kota – kota pelabuhan yang ada. ( perlu diketahui, kata
“Nusantara” pada makalah ini bermaksud untuk menyebut seluruh wilayah Asia
Tenggara) Di perkotaan itu sendiri, Islam adalah fenomena istana. Istana kerajaan
menjadi pusat pengembangan intelektual Islam atas perlindungan peresmi, yang
kemudian memunculkan tokoh-tokoh ulama intelektual. Mereka mempunyai
jaringan keilmuan yang luas baik dalam maupun luar negeri sehingga menunjang
pengembangan Islam dan gagasan-gagasan mereka sendiri. Jaringan keilmuan
semacam ini kemudian semakin diperkuat dan diperkaya terutama sejak abad ke-17
oleh tarekat-tarekat tasawuf yang berkembang luas di Nusantara. Karakter
pengorganisasian yang inheren dalam jaringan semacam ini memberikan momentum
yang terus menerus bagi pengembangan Islam.[12]
Sebagaimana
telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak
terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun di monopoli oleh
mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia Tenggara. Islam mentransformasikan
budaya masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam
dan etos yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan.[13]
Namun
dari masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi
dari kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan.
Pendidikan tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan
Islam melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu
membaca al Qur’an dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan
belajar huruf Arab diperkenalkan dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh
hingga Mindanao. Bahasabahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya
bahasa Arab. Bahasa Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa
sehari-hari di Asia Tenggara dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa Melayu
juga punya peran yang penting bagi pemersatu seluruh wilayah itu.Sejumlah karya
bermutu di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan.
Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul
sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari
sejumlah penjuru wilayah ini.[14]
System
pendidikan Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau
Surau menjadi lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti
pesantren di Jawa dan pondok di Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan
dengan pusat-pusat pendidikan di Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran
Paripatetis yang mendahului kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung.
Ibadah Haji ke Tanah Suci di selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual,
psikologis, dan intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin.
Lebih dari itu arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras.
Di bawah bimbingan para ulama
Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan ulama-ulama pribumi yang
segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini. Semua perkembangan bisa
dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang
unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam,
pandangan hidup ini juga memungkinkan
unsur-unsur local masuk dalam pemikiran para ulama pribumi.[15]
III.
PENUTUP
A Kesimpulan
Sejarah telah membuktikan bahwa Islam
sebagai agama universal mempunyai mekanisme yang khas di dalam dirinya, yang
mampu mengakomodasikan setiap perkembangan yang ada tanpa harus mengorbankan eksistensinya
sebagai agama wahyu. Proses Islamisasi yang dinamis mampu diterima oleh
mayoritas penduduk Asia Tenggara. Islam di kawasan ini menyesuaikan dengan
latar belakang budaya masyarakatnya. Proses yang berliku-liku menyebabkan
perbedaan dalam tingkat penetrasi Islam di wilayah Asia Tenggara. Hal ini juga
menimbulkan perbedaan di dalam penghayatan, pengamalan Islam di kalangan
penganutnya. Tapi, satu hal lagi yang pasti, dinamika Islamisasi dan
intensifikasi keislaman itu tidak pernah berhenti sampai sekarang dalam
berbagai bentuk perwujudannya. Didukung minat pemuda-pemudi Islam dengan selalu
haus pada ilmu pengetahuan yang terus meneliti tentang agamanya melalui lembaga
pendidikan Islam atau media lainnya.
B Penutup
Demikian makalah ini kami
susun, mohon maaf atas segala kesalahan dan
kekurangan,dalam pembuatan materi yang kami
sajikan. Semoga makalah ini bermanfaat dan
menjadikan sebagai tambahan ilmu bagi semua pembaca, Amin ya robbal’alamin.
DAFTAR
PUSTAKA
Azyumardi Azra (1994), Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung : Mizan.
Hasim, Muhammad Yusoff. (1989). Kesultanan Melayu Melaka;
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran
Mahdini
, (2002), Islam dan Kebudayaan Melayu,
Pekanbaru: Daulat Riau.
Siti Maryam dkk Sejarah
Peradaban Islam,( Lkis, 2004)
Hamka, Sejarah Umat
Islam, (Jakarta: Pustaka Hidayah), 2001
Taufik Abdillah,
Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta : MUI)
Badri Yatim, sejarah peradaban islam, (jakarata:
PT Raja Grafindo Persada)
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia
Islam, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. 2004)
Ira M Lapidus, 1999
The Cambridge History of Islam ( new york : cambridge university
[1] Azyumardi Azra, Prespektf
Islam DI Asia Tenggara ,ed 1(Jakarta ,Yayasan Obor Indonesia ,1989).,hlm,vi
[2] Azumardi Azra ,Prespektif
Islam Di Asia Tenggara ,( Jakarta , Yayasan Obor Indonesia, Ed 1,1989
),hlm,4.
[3] Ibid ,hlm.17.
[4] Azyumardi Azra ,Renaisans Islam Asia Tenggara (Bandung, Rosda Karya
,2006),hlm, 34. Lihat juga Ahamad
Ibrahim, Sharon Siddique Yasmin Hussain, Islam
Di Asia Tenggara prespektif Sejarah, (Jakarta,LP3ES,1989),hlm 39.
[5] Saiful Muzani ,Pembangunan
dan Kebangkitan Islam Di Asia Tenggara,(Jakarta , LP3ES, 1993, )hlm.,57.
No comments:
Post a Comment