Sunday 1 March 2015

ANTROPOLOGI OBSERVASI



LAPORAN OBSERVASI
PENGARUH MODERNISASI TERHADAP AGAMA DAN BUDAYA
 DALAM SUATU KELUARGA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah :Antropologi
Dosen Pengampu  : Ahmad Faqih.S.Ag.M.Si

     
Disusun

Maelina                                        (131311002)
Sukmawati Maghfurina Hasyim (131311013)
Teguh Hariyadi                            (131311018)
Munasir                                        (091311025)


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG TAHUN
2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Agama, Budaya dan modernisasi adalah hal yang saling terkait satu sama lain. Budaya akan berkembang seiring dengan modernisasi yang  semakin maju sesuai dengan perkembangan zaman. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi ( budi atau akal ) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan Jadi makna Budaya dapat diartikan sebagai suatu cara  yang berkembang di kalangan masyarakat dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Sedangkan Agama sendiri berfungsi sebagai benteng atau pedoman hidup bagi setiap manusia. Dengan demikian agama akan membimbing manusia mencapai realitas yang tertinggi.
Namun yang perlu kita perhatikan saat ini, kemajuan pesat teknologi, sistem pasar bebas, hedonisme sudah mendunia dan seolah tidak bisa dihindarkan. Terutama yang perlu kita perhatikan dengan adanya sekularisasi ini maka semakin merosotnya moral budaya dan agama kita sendiri . Proses kemajuan yang diinginkan moderniasasi malah semakin memisahkan manusia dengan manusia (dehumanisasi), manusia dengan budayanya manusia dengan Tuhannya atau agamanya. Dalam hal inilah kemudian modernisasi perlu dikritisi, Apakah Modernisasi tersebut dapat mempengaruhi Agama dan Budaya dalam suatu Keluarga.

1.2  Rumusan Masalah
a.       Budaya apa yang masih dilakukan oleh keluarga Bapak Fadlolan ?
b.      Bagaimana pelaksanaan dan makna budaya keluarga Bapak Fadlolan ?
c.       Apa sajakah makna dan  unsure-unsur agama dalam tradisi budaya tersebut ?
d.      Apa makna  yang terkandung dalam unsur-unsur agama yang terdapat pada tradisi budaya keluarga bapak Fadlolan ?
e.       Apakah ada dukungan dari masyarakat setempat terhadap pelaksanaan budaya tersebut ?
f.       Apakah moderniasi dapat mempengaruhi agama dan budaya ?
g.      Apakah pesan Bapak Fadlolan kepada Mahasiswa ?

1.3  Tujuan
a.       Mengetahui budaya apa yang masih dilakukan oleh keluarga Bapak Fadlolan.
b.      Mengetahui bagaimana pelaksanaan dan makna budaya keluarga Bapak Fadlolan .
c.       Mengetahui apa sajakah makna dan unsure-unsur agama dalam tradisi budaya tersebut .
d.      Apa makna yang terkandung dalam unsur-unsur agama yang terdapat pada tradisi budaya keluarga bapak Fadlolan ?
e.       Mengetahui apakah ada dukungan dari masyarakat setempat atas pelaksanaan budaya tersebut .
f.       Mengetahui apakah moderniasi dapat mempengaruhi agama dan budaya .
g.      Mengetahui pesan yang disampaikan Bapak Fadlolan kepada Mahasiswa.
1.4  Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi partisipan dngan teknik wawancara yang berdasarkan dengan berbagai pertanyaan yang telah ditentukan oleh dosen peengampu.Penelitian atau observasi dilakukan melalui tiga tahap sebagai berikut :
1.      Tahap pertama observasi lapangan
Tahap ini dilakukan dengan mengamati secara visual kondisi keluarga tersebut.
2.      Tahap kedua wawancara
Tahap ini dilakukan dengan mewawancarai secara langsung keluarga tersebut dengan berbagai pertanyaan.
3.      Tahap ketiga dokumentasi
Tahap ini dilakukan dengan mendokumentasi beberapa gambar dan beberapa file yang sekiranya mendukung laporan.
BAB II
HASIL DATA OBSERVASI

2.1 Pofil Keluarga Dr.K.H. Fadlolan  Musyaffa, Lc., M.A.

Bapak Fadlolan adalah seorang Doktor, alumnus Universitas Al Azhar Cairo. Beliau pernah menduduki jabatan sebagai staf Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Cairo dan juga staf protocol dan konsuler KBRI Kairo. Sedangkan aktivitas beliau sekarang adalah sebagai Direktur Ma’had Walisongo, dosen pasca-sarjana IAIN Walisongo, dosen pasca-sarjana UNSIQ Wonosobo, dosen UNWAHAS, dosen UNISULA, dosen Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta, presentator ToT BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris), coordinator Dewan Penasehat I-4 (Ikatan Ilmuan Indoneia Internasional), Pengisi materi berbagai seminar, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2010-2015, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Wilayah Jawa Tengah (2011-2016), dan beliau juga mempunyai usaha yang bernama Syauqi Perss di daerah Penggaron Semarang. Walaupun beliau disibukkan dengan aktifitas-aktifitas yang begitu padat, beliau masih menyempatkan diri untuk menyapa “umat”. Sosok yang begitu terbuka untuk mendengarkan junior-juniornya saat menghadapi musykilah-musykilah yang sulit dihadapi khususnya problem-problem keilmuan.
11 Agustus 1993 adalah titik awal beliau untuk mendalami ilmu-ilmu agama di negeri para Nabi sebagai mahasiswa Syari’ah Wal Qonun Universitas al-Azhar. Dulu beliau, tinggal di daerah H-8 Nasr City, bersama isteri dan ketiga anaknya. Beliau lahir pada tanggal 7 April 1970 di Grobogan Jawa Tengah, Ayahnya ialah KH. Musyaffa’ Mu’thi yang bekerja sebagai petani dan juga sebagai guru mengaji dikampungnya. Pada tahun 1998 Pak Fadlolan menikah dengan gadis pingitan, dari keluarga Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur, putri dari Bpk KH. Ahmad Hisyam. Saat ini telah di karuniai tiga anak yaitu Arina Sabila Fadlolan (14 thn) Ahmad Syauqi Istiqlaly Fadlolan (11 Thn) Muhammad Adam Fadlolan (5 thn). Pak Fadlolan menamatkan pendidikan dasarnya di SDN Terkesi III, Klambu Grobogan tahun 1983 kemudian beliau lanjutkan ke MTsN Surakarta II. Tak puas disitu saja, setelah lulus tahun 1986 beliau meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi untuk memperdalam ilmu agamanya di madrasah Aliyah “manba’ul Ulum” yang berada di kawasan Ponpes “al-Ma’ruf” Bandungsari, Grobogan. Di Pesantren inilah bakat-bakat leadership beliau mulai tampak ke “permukaan” , terbukti dengan beberapa jabatan ketua yang beliau sandang saat nyantren di Ponpes tersebut, mulai dari ketua pondok, ketua ISMA’ (Ikatan Santri Al-Ma’ruf) sampai ketua OSIS pernah beliau duduki. Meskipun disibukkan dengan tugas-tugas ketua dan beberapa aktifitas lainnya, beliau masih punya greget untuk berkarya dan berkreatifitas bahkan salah satu tulisan beliau dengan judul “Standar Pesantren Ideal” mendapat juara ke-II dalam Lomba karya tulis ICMI se-Indonesia. Saat mudapun beliau mempunyai kepribadian yang kokoh sehingga pihak pesantren menawari beliau menjadi salah satu dewan guru Madrasah Diniyah di tempat ia nyantren tahun 1991-1992.
Sebagai insan Muslim yang dituntut untuk mencari ilmu tanpa memandang batas usia, setelah lulus program S1 fakultas Syari’ah wal Qonun Univ. al-Azhar tahun 2001, beliau mendalami disiplin ilmu syariah pada fakultas yang sama tetapi di Universitas yang berbeda, jenjang S2 American Open University in Cairo, dan berhasil menyelesaikan Deplom Tamhidi 2003. Lalu pindah di Univ. Ommu Darman, Khartoum, Sudan yang dapat menyelesaikan Deplom S2 tahun 2004 kemudian beliau mendapatkan gelar magisternya (MA) dalam disiplin ilmu Ushul Fikih, pada universitas Al Neelain, Sudan, tahun 2006. Dan selesai program S3 (Doktor)di Universitas yang sama, dalam disiplin ilmu Perbandingan Mazhab Fikih pada 10 Juni 2009. Di tengah-tengah kesibukannya sebagai seorang mahasiswa, aktivis-organisatoris dan staf Protokol Konsuler Kedutaan Besar RI Mesir dari 1997 sampai sekarang, beliau tidak melupakan bakat menulisnya yang dibawa dari tanah air, beliau tetap produktif menulis buku-buku yang bermanfa’at bagi bangsa Indonesia pada umumnya wa bilkhusus bagi Mahasiswa Mesir. Diantara buku-buku beliau yang sudah diterbitkan ialah:
1.      Al Masyaqqah tajlib at-taisir (Islam Agama Mudah edisi bahasa Arab)
2.      Islam Agama Mudah (edisi I judul buku Islam Menyapa Ummat)
3.      Al-Shalah fi al-Hawa (Shalat di Pesawat dan Angkasa edisi Bahas Arab)
4.      Standar Pesantren Ideal (juara karya tulis ilmiah ICMI se-Indonesia 1992)
5.      Peran Pemimpin Agama dalam Globalisasi dan Krisis Mental
Mudah-mudahan profil yang kami sajikan ini bisa memicu teman-teman semua sebagai mahasiswa yang sukses study dan organisasi, karena Islam sendiri menganjurkan kita untuk mengambil public figure dalam meniti jalan yang diridloi Allah, baik figure tersebut adalah Nabi Muhammad, Nabi-Nabi sebelumnya ataupun para Alim Ulama’ yang telah wafat ataupun yang masih hidup hingga masa sekarang. Amien.
2.2  Hasil Wawancara
2.2.1        Budaya yang masih dilakukan oleh keluarga Bapak Fadlolan
Yaitu budaya local. Beliau mengatakan bahwa sebenarnya keluarga mereka tidak mempunyai budaya, melainkan kembali ke budaya terdahulu yaitu budaya local, karena kebudayaan itu berasal dari manusia dan kembali kepada manusia itu sendiri. Budaya masyarakat itu berisi tentang sosial dan agama. Misalnya aqiqah, sodakoh, selametan,nyadran,ngruwat,dsb.
Walaupun beliau tinggal di Arab, namun beliau tidak pernah menggunakan budaya arab atau biasa disebut dengan arabis, dan waktu beliau kembali ke indonesiapun beliau tidak membawa budaya arab ke Indonesia seperti cara berpakaiannya tetap menggunakan peci, sarung, dan juga baju taqwa. Beliau mengenakan pakaian seperti itu ketika beliau berada di arab maupun diindonesia.
Bid’ah menurut syafi’I ada dua, yaitu :
a.       Mahmudah, yang berarti sesuatu yang tidak bertentangan dengan syari’at.
b.      Madzmumah, yang berarti ajaran islam yang bertentangan dengan syari’at.
Menurut Bapak Fadlolan kita sebagai orang desa tidak boleh minder, akan tetapi kita harus memiliki pemikiran yang luas dan berwawasan internasional. Seperti halnya dalam hal berpakaian, lebih baik mengenakan pakaian sederhana tetapi pemikiran kita internasional dari pada berpakaian internasional tetapi pemikirannya kampungan.
2.2.2        Pelaksanaan dan Makna Budaya Keluarga Bapak Fadlolan
Budaya local dilakukan sesuai dengan kebiasaan terdahulu, yaitu kebiasaan yang diajarkan oleh para guru saat beliau nyantri di pondok pesantren. Misalnya, mengirim fatihah sebagai wasilah kepada Nabi Muhammad, guru-guru, orang tua, serta muslimin muslimat. Selain itu pelaksanaan budaya yang lain, yaitu
a.       Budaya padusan dilaksanakan pada saat tahun baru hijriah dan pada saat awal bulan ramadhan.
b.      Membaca do’a akhir tahun dan awal tahun dengan maksud agar dapat mengevaluasi diri lebih baik di tahun yang akan datang.
c.       Ngapati, yaitu budaya yang sering dilakukan saat seorang wanita sedang hamil berusia 4 bulan, dalam pelaksanaanya dianjurkan untuk membaca Q.S Yusuf dan Q.S Maryam disertai dengan dzikir dan do’a khusus. Hal itu dilakukan dengan maksud agar janin yang ada dalam kandungan diberikan ketetapan yang baik.
Budaya tersebut merupakan suatu perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT karena budaya tersebut mengajarkan kita untuk selalu mengingat kepada allah dengan cara berdzikir, berdoa, dan juga mengajarkan kita berjiwa dermawan dan kepemimpinan. Budaya local dapat mempengaruhi karakter setiap individu yang melakukan dikarenakan di dalam pelaksanaan budaya tersebut terdapat unsur-unsur agama yang turun temurun dari generasi ke generasi sesuai dengan syariat yang berlaku. Jadi makna dari budaya tersebut adalah menekankan kepada
2.2.3        Makna yang terkandung dalam Unsur-unsur agama yang terdapat pada tradisi budaya keluarga bapak Fadlolan.
Budaya yang dilakukan oleh bapak Fadlolan beserta keluarga dan masyarakat termasuk santri Ma’had Walisongo tak lepas dari syariat agama Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an ,Al-Hadist, Ijma’, Qiyas. Sehingga budaya tersebut tidak lepas dari unsur-unsur Agama .Beliau mengatakan : Unsur unsur agama dalam tradisi budaya keluarga bapak Fadlolan seperti Yasinan ,Tahlilan, Mujahadah ,Berjanji, itu menekankan kepada kita dalm unsure kepemimpinan,bahwasanya dalam setiap melakukan aktifitas kebudayaan lebih menerapkan system bergilir dalam memimpin budaya tersebut.Misalnya Budaya yasinan dan Tahlilan dalam melakukan budaya tersebut memelukan adanya pemimpin yang mengawali dan menguasai bacaan bacaan tahlil yang fasih dan benar, selain itu budaya tersebut juga menekankan pada jiwa sosial pada setiap indifidu maupun keluarga dan mengaplikasikan budaya silaturahim antar masyarakat, sehingga budaya individualisme tidak akan menjamur di kalngan masyarakat maupun santri Ma’had.
2.2.4        Makna dan Unsur agama dari budaya yang dilakukan bapak Fadlolan
            Dari hasil wawancara kami kepada bapak Fadlolan bahwasanya makna yang terkandung dalam budaya yang dilakukan keluarga beliau bermanfaat bagi keluarga , Santri, dan lingkungan setempat. Karena budaya tersebut akan membentuk karakter-karkter kepemimpinan , kesolidaritasan, kedermawanan, membentuk sistem kekerabatan. Adapun unsure agama dari budaya yang dilakukan oleh keluarga Bapak Fadlolan adalah nilai dan norma yang sesuai dengan syariat islam.
            Makna unsure budaya sebagai sistem norma yang memungkinkan kerjasama antar anggota masyarakat didalam upaya menguasai alam sekelilingnya, sebagai organisasi ekonomi, bahasa, sistem kepercayaan (religi).
2.2.5        Dukungan dari masyarakat atas pelaksanaan budaya tersebut
      Menurut beliau, dukungan dari masyarakat itu penting, karena tanpa adanya dukungan dari masyarakat maka budaya tersebut tidak akan terlaksana. Namun, tidak hanya dukungan saja, melainkan ada unsure kekompakan, keberamaan, rasa persaudaraan untuk melakukan budaya tersebut. Akan tetpi jika masyarakat sekitar tidak mendukung, maka Bapak Fadlolan tetap akan melakukan budaya tersebut, karena budaya tersebut merupakan warisan dari guru-guru beliau.
2.2.6        Pengaruh modernisasi terhadap agama dan budaya
      Modernisasi berarti proses menuju masa kini atau proses menuju masyarakat yang modern. Modernisasi dapat pula berarti perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat yang modern. Jadi, modernisasi merupakan suatu proses perubahan dimana masyarakat yang sedang memperbaharui dirinya berusaha mendapatkan cirri-ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat modern. Wujud modernisasi yaitu alat-alat tekhnologi, seperti HP, Laptop, TV, Internet sehingga masyarakat semakin mudah mengakses informasi dari dunia luar, hal ini dapat memicu pola fikir manusis yang berwawasan internasional. Peran agam dalam pelestarian budaya yaitu memberikan keluasan untuk mengembangkan diri beserta masyarakat sesuai nilai agama dan budaya yang berada di masyarakat tersebut, namun dalam sisi lain agama harus menekankan laju nmodernisasi dengan memberikan batasan-batasan yang objektif. Keobjektifan ini harus universal mampu diterima oleh kalangan masyarakat, bahwasanya spirit agama atau nilai agama mampu menjadikan manusia menjadi manusia yang bermoraldan berjiwa agamis. Sehingga modernisasi mempunyai hubungan saling keterkaitan dengan budaya dan agama.
2.2.7        Pesan Bapak Fadlolan kepada Mahasiswa
                         Beliau yang telah memiliki berbagai pengalaman dalam bidang organisasi, akademik, pesantren, mampu memberikan petuah-petuah yang mampu menggugah semangat para mahasiswa untuk menyongsong masa depan yang baik. Adapun nasehat beliau yaitu
a.       Segera selesaikan SKS (Sistem Kredit Semester) dengan usaha dan ikhtiar
b.      Perbanyak membaca buku dari berbagai sumber referensi minimal sehari 3 buku dan memiliki satu ringkasan dari kesimpulan buku tersebut.
c.       Gunakanlah waktu dengan sebaik-baiknya (Manajemen Waktu) karena semua itu berawal dari kedislipinan dalam mengatur aktifitas sehari-hari.
d.      Seorang mahasiswa harus memiliki 3 manajemen, diantaranya manajemen waktu, manajemen preoritas dan manajemen takarrup ilallah.
2.3  Analisis Data dengan Teori
                                    Teori yang digunakan dalam observasi mengenai agama dan budaya adalah Teori Sosiokultural. Secara etimologi kata teori berasal dari bahasa inggris yaitu teory, kata teori terbukti digunakan sejak 1592 diambil dari bahasa yunani theoria yang berarti kontemplasi, spekulasi yang berasal dari kata “penonton” tea berarti pandangan secara harfiah berarti melihat pertunjukan. Dalam penggunaan ilmiah, teori bukan sekedar dugaan atau anggapan dari kebenaran yang belum dibuktikan, sebagaimana perbincangan awam sehari-hari. Teori dikemukakan oleh Trianto (2008:3) sebagai suatu  model logis yang konsisten atau kerangka berpikir (framework) untuk menggambarkan perilaku yang saling berkaitan dalam suatu fenomena sosial atau alamiah yang dibuktikan dengan sifat prediktif dan teruji.[1]
                                    Teori sosiokultural atau kognitif sosial menekankan bagaimana seorang masyarakat menyertakan kebudayaan ke dalam penalaran, interaksi sosial, dan pemahaman diri mereka terhadap agama yang dianutnya. Santrock (2009:323) mengemukakan bahwa dalam teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang berperan penting dalam pembelajaran yaitu faktor sosial, kognitif, serta perilaku masyarakat. Faktor-faktor kognitif meliputi harapan masyarakat untuk berhasil sedangkan faktor sosial meliputi pengamatan masyarakat terhadap perilaku terhadap budaya setempat.
            Teori sosiokultural atau kognitif sosial lahir dari beberapa ahli pembelajaran di antaranya yaitu Piaget yang berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya pengetahuan berasal dari individu. Manusia berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu tetangga atau masyarakat setempat, sedangkan lingkungan sosial menjadi faktor sekunder.Keaktifan masyarakat menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar, sedangkan penataan kondisi hanya sekedar memudahkan belajar. Perkembangan kognitif merupakan proses genetik yang diikuti adaptasi biologis dengan lingkungan sehingga terjadi ekuilibrasi. Untuk mencapai ekuilibrasi dibutuhkan proses adaptasi (asimilasi dan akomodasi).[2]





















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Moderniasi tidak mempengaruhi kekentalan atau kemurnian agama dan budaya terhadap keluarga Bapak Fadlolan. Akan tetapi modernisasi dijadikan sebagai media untuk mengembangkan dan mewariskan agama. Adapun wujud modernisasi seperti adanya tekhnologi canggih yang bisa mengetahui kondisi dunia secara luas. Dengan demikian manusia sebagai pencipta dan juga pengguna tekhnologi harus menerima dampak positive dan negative dari adanya tekhnologi tersebut Jika manusia tidak mampu menerima dampak negative dari adanya tekhnologi maka manusia itu belum bisa dikatakan mampu menciptakan tekhnologi. Oleh karena itu kita sebagai pewaris agama dan budaya mampu mengatur dan memperalat tekhnologi, bukan kita yang diperalat oleh tekhnologi tersebut.Pewarisan agama dan kebudayaan adalah nilai dan norma yang diberikan dan diajarkan dari generasi tua ke generasi muda untuk menjaga dan melestarikan agama dan budaya tersebut.

3.2  Saran
Menurut argumen dari kelompok kami terhadap keluarga Bapak Fadlolan, tetaplah pertahankan keaslian budaya dan agama tersebut agar tidak tercabut dari akarnya. Sehinggga pewarisan budaya dan agama tersebut bisa tetap mengalir dan bermanfaat sampai generasi selanjutnya.

3.3  Penutup
Tiada gading yang tak retak, bahwasanya laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga diperlukanya saran dan kritik yang konstruktif. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.




DAFTAR PUSTAKA

Kaplan, David. Teori Budaya. Yogyakarta pustaka pelajar offset. 2000.
Koentjayaningrat, Sejarah Teori Antropologi 1, Jakarta, UI-Press. 1987.
Koentjayaningrat, Sejarah Teori Antropologi 2,  Jakarta, UI-Press. 1990.







     


1 David Kaplan, Teori Budaya, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000), Hal, 75
[2] Koentjayaningrat, Sejarah Teori Antropologi, (Jakarta, UI-Press, 1990), Hal 103.

No comments:

Post a Comment